Rabu, 30 September 2009

Maaf kan aku inchin, ust ihwan. anggarda...

Mungkin terlalu pengecut sehingga aku tak berani menghadapi apa yang ku buat, seharusnya aku tak mendahulukan egoku, tak mengutamakan ambisiku, tak berpikir agar hanya aku yang beruntung.
Maafkan aku inchin selama ini aku tak pernah memberikanmu sesuatu yang benar2 berarti, sedangkan kau selalu berusaha membuatku berarti. Maaf aku memang tak pantas menjadi seorang temanmu, maaf. maaf. maaf,. maaf. maaf. maaf. maff,
Maafkan aku Ust. Ihwan, buan bermaksud mempermalukan antm, atau bagaimana, tapi sifat naif ana membuat antm sakit hati, dengan sangat tidak berani ana tak berkata apapun, yang seharusnya ana bersimpuh demi maafmu ..... maaf ...maaf...maaf.....maaf...
Maafkan aku Anggarda. seharusnya aku tak berkata apa pun kepada siapa pun, seharusnya aku bisa menjadi seorang sahabat yg dapt menjaga mulutku sehingga takkan terjadi semua ini.....
maaf....maaf.....maaf....maaf....maff.......maaf....maaf.....maff....maaf
bukan kalian yang harus pergi tapi ana lah yang harus pergi dari kehidupan kalian.....
Ana sadar ana tak pantas buat menjdi teman kalian semua...... selamat tinggal... sampai jumpa..... smoga kalian selalu dalam lindungannya..... ammmmmiiinnn.....

Rabu, 20 Mei 2009

hahahahahah

Di stasiun kereta api bawah tanah Tokyo, aku merapatkan mantel wol tebalku erat-erat. Pukul 5 pagi. Musim dingin yang hebat. Udara terasa beku mengigit. Januari ini memang terasa lebih dingin dari tahun-tahun sebelumnya. Di luar salju masih turun dengan lebat sejak kemarin. Tokyo tahun ini terselimuti salju tebal, memutihkan segenap pemandangan.

Stasiun yang selalu ramai ini agak sepi karena hari masih pagi. Ada seorang kakek tua di ujung kursi, melenggut menahan kantuk. Aku melangkah perlahan ke arah mesin minuman. Sesaat setelah sekeping uang logam aku masukkan, sekaleng capucino hangat berpindah ke tanganku. Kopi itu sejenak menghangatkan tubuhku, tapi tak lama karena ketika tanganku menyentuh kartu pos di saku mantel, kembali aku berdebar.

Tiga hari yang lalu kartu pos ini tiba di apartemenku. Tidak banyak beritanya, hanya sebuah pesan singkat yang dikirim adikku, "Ibu sakit keras dan ingin sekali bertemu kakak. Kalau kakak tidak ingin menyesal, pulanglah meski sebentar, kakc". Aku mengeluh perlahan membuang sesal yang bertumpuk di dada. Kartu pos ini dikirim Asih setelah beberapa kali ia menelponku tapi aku tak begitu menggubris ceritanya. Mungkin ia bosan, hingga akhirnya hanya kartu ini yang dikirimnya. Ah, waktu seperti bergerak lamban, aku ingin segera tiba di rumah, tiba-tiba rinduku pada ibu tak tertahan. Tuhan, beri aku waktu, aku tak ingin menyesalc

Sebenarnya aku sendiri masih tak punya waktu untuk pulang. Kesibukanku bekerja di sebuah perusahaan swasta di kawasan Yokohama, ditambah lagi mengurus dua puteri remajaku, membuat aku seperti tenggelam dalam kesibukan di negeri sakura ini. Inipun aku pulang setelah kemarin menyelesaikan sedikit urusan pekerjaan di Tokyo. Lagi-lagi urusan pekerjaan.

Sudah hampir dua puluh tahun aku menetap di Jepang. Tepatnya sejak aku menikah dengan Emura, pria Jepang yang aku kenal di Yogyakarta, kota kelahiranku. Pada saat itu Emura sendiri memang sedang di Yogya dalam rangka urusan kerjanya. Setahun setelah perkenalan itu, kami menikah.

Masih tergambar jelas dalam ingatanku wajah ibu yang menjadi murung ketika aku mengungkapkan rencana pernikahan itu. Ibu meragukan kebahagiaanku kelak menikah dengan pria asing ini. Karena tentu saja begitu banyak perbedaan budaya yang ada diantara kami, dan tentu saja ibu sedih karena aku harus berpisah dengan keluarga untuk mengikuti Emura. Saat itu aku berkeras dan tak terlalu menggubris kekhawatiran ibu.

Pada akhirnya memang benar kata ibu, tidak mudah menjadi istri orang asing. Di awal pernikahan begitu banyak pengorbanan yang harus aku keluarkan dalam rangka adaptasi, demi keutuhan rumah tangga. Hampir saja biduk rumah tangga tak bisa kami pertahankan. Ketika semua hampir karam, Ibu banyak membantu kami dengan nasehat-nasehatnya. Akhirnya kami memang bisa sejalan. Emura juga pada dasarnya baik dan penyayang, tidak banyak tuntutan.

Namun ada satu kecemasan ibu yang tak terelakkan, perpisahan. Sejak menikah aku mengikuti Emura ke negaranya. Aku sendiri memang sangat kesepian diawal masa jauh dari keluarga, terutama ibu, tapi kesibukan mengurus rumah tangga mengalihkan perasaanku. Ketika anak-anak beranjak remaja, aku juga mulai bekerja untuk membunuh waktu.

Aku tersentak ketika mendengar pemberitahuan kereta Narita Expres yang aku tunggu akan segera tiba. Waktu seperti terus memburu, sementara dingin semakin membuatku menggigil. Sesaat setelah melompat ke dalam kereta aku bernafas lega. Udara hangat dalam kereta mencairkan sedikit kedinginanku. Tidak semua kursi terisi di kereta ini dan hampir semua penumpang terlihat tidur. Setelah menemukan nomor kursi dan melonggarkan ikatan syal tebal yang melilit di leher, aku merebahkan tubuh yang penat dan berharap bisa tidur sejenak seperti mereka. Tapi ternyata tidak, kenangan masa lalu yang terputus tadi mendadak kembali berputar dalam ingatanku.

Ibu..ya betapa kusadari kini sudah hampir empat tahun aku tak bertemu dengannya. Di tengah kesibukan, waktu terasa cepat sekali berputar. Terakhir ketika aku pulang menemani puteriku, Rikako dan Yuka, liburan musim panas. Hanya dua minggu di sana, itupun aku masih disibukkan dengan urusan kantor yang cabangnya ada di Jakarta. Selama ini aku pikir ibu cukup bahagia dengan uang kiriman ku yang teratur setiap bulan. Selama ini aku pikir materi cukup untuk menggantikan semuanya. Mendadak mataku terasa panas, ada perih yang menyesakkan dadaku. "Aku pulang bu, maafkan keteledoranku selama inic" bisikku perlahan.

Cahaya matahari pagi meremang. Kereta api yang melesat cepat seperti peluru ini masih terasa lamban untukku. Betapa masih jauh jarak yang terentang. Aku menatap ke luar. Salju yang masih saja turun menghalangi pandanganku. Tumpukan salju memutihkan segenap penjuru. Tiba-tiba aku teringat Yuka puteri sulungku yang duduk di bangku SMA kelas dua. Bisa dikatakan ia tak berbeda dengan remaja lainnya di Jepang ini. Meski tak terjerumus sepenuhnya pada kehidupan bebas remaja kota besar, tapi Yuka sangat ekspresif dan semaunya. Tak jarang kami berbeda pendapat tentang banyak hal, tentang norma-norma pergaulan atau bagaimana sopan santun terhadap orang tua.

Aku sering protes kalau Yuka pergi lama dengan teman-temannya tanpa idzin padaku atau papanya. Karena aku dibuat menderita dan gelisah tak karuan dibuatnya. Terus terang kehidupan remaja Jepang yang kian bebas membuatku khawatir sekali. Tapi menurut Yuka hal itu biasa, pamit atau selalu lapor padaku dimana dia berada, menurutnya membuat ia stres saja. Ia ingin aku mempercayainya dan memberikan kebebasan padanya. Menurutnya ia akan menjaga diri dengan sebaik-baiknya. Untuk menghindari pertengkaran semakin hebat, aku mengalah meski akhirnya sering memendam gelisah.

Riko juga begitu, sering ia tak menggubris nasehatku, asyik dengan urusan sekolah dan teman-temannya. Papanya tak banyak komentar. Dia sempat bilang mungkin itu karena kesalahanku juga yang kurang menyediakan waktu buat mereka karena kesibukan bekerja. Mereka jadi seperti tidak membutuhkan mamanya. Tapi aku berdalih justru aku bekerja karena sepi di rumah akibat anak-anak yang berangkat dewasa dan jarang di rumah. Dulupun aku bekerja ketika si bungsu Riko telah menamatkan SD nya. Namun memang dalam hati ku akui, aku kurang bisa membagi waktu antara kerja dan keluarga.

Melihat anak-anak yang cenderung semaunya, aku frustasi juga, tapi akhirnya aku alihkan dengan semakin menenggelamkan diri dalam kesibukan kerja. Aku jadi teringat masa remajaku. Betapa ku ingat kini, diantara ke lima anak ibu, hanya aku yang paling sering tidak mengikuti anjurannya. Aku menyesal. Sekarang aku bisa merasakan bagaimana perasaan ibu ketika aku mengabaikan kata-katanya, tentu sama dengan sedih yang aku rasakan ketika Yuka jatau Riko juga sering mengabaikanku. Sekarang aku menyadari dan menyesali semuanya. Tentu sikap kedua puteri ku adalah peringatan yang Allah berikan atas keteledoranku dimasa lalu. Aku ingin mencium tangan ibu....

Di luar salju semakin tebal, semakin aku tak bisa melihat pemandangan, semua menjadi kabur tersaput butiran salju yang putih. Juga semakin kabur oleh rinai air mataku. Tergambar lagi dalam benakku, saat setiap sore ibu mengingatkan kami kalau tidak pergi mengaji ke surau. Ibu sendiri sangat taat beribadah. Melihat ibu khusu' tahajud di tengah malam atau berkali-kali mengkhatamkan alqur'an adalah pemandangan biasa buatku. Ah..teringat ibu semakin tak tahan aku menanggung rindu. Entah sudah berapa kali kutengok arloji dipergelangan tangan.

Akhirnya setelah menyelesaikan semua urusan boarding-pass di bandara Narita, aku harus bersabar lagi di pesawat. Tujuh jam perjalanan bukan waktu yang sebentar buat yang sedang memburu waktu seperti aku. Senyum ibu seperti terus mengikutiku. Syukurlah, Window-seat, no smoking area, membuat aku sedikit bernafas lega, paling tidak untuk menutupi kegelisahanku pada penumpang lain dan untuk berdzikir menghapus sesak yang memenuhi dada. Melayang-layang di atas samudera fasifik sambil berdzikir memohon ampunan-Nya membuat aku sedikit tenang. Gumpalan awan putih di luar seperti gumpalan-gumpalan rindu pada ibu.

Yogya belum banyak berubah. Semuanya masih seperti dulu ketika terakhir aku meninggalkannya. Kembali ke Yogya seperti kembali ke masa lalu. Kota ini memendam semua kenanganku. Melewati jalan-jalan yang dulu selalu aku lalui, seperti menarikku ke masa-masa silam itu. Kota ini telah membesarkanku, maka tak terbilang banyaknya kenangan didalamnya. Terutama kenangan-kenangan manis bersama ibu yang selalu mewarnai semua hari-hariku. Teringat itu, semakin tak sabar aku untuk bertemu ibu.

Rumah berhalaman besar itu seperti tidak lapuk dimakan waktu, rasanya masih seperti ketika aku kecil dan berlari-lari diantara tanaman-tanaman itu, tentu karena selama ini ibu rajin merawatnya. Namun ada satu yang berubah, ibu...

Wajah ibu masih teduh dan bijak seperti dulu, meski usia telah senja tapi ibu tidak terlihat tua, hanya saja ibu terbaring lemah tidak berdaya, tidak sesegar biasanya. Aku berlutut disisi pembaringannya, "Ibu...Rini datang, bu..", gemetar bibirku memanggilnya. Ku raih tangan ibu perlahan dan mendekapnya didadaku. Ketika kucium tangannya, butiran air mataku membasahinya. Perlahan mata ibu terbuka dan senyum ibu, senyum yang aku rindu itu, mengukir di wajahnya. Setelah itu entah berapa lama kami berpelukan melepas rindu. Ibu mengusap rambutku, pipinya basah oleh air mata. Dari matanya aku tahu ibu juga menyimpan derita yang sama, rindu pada anaknya yang telah sekian lama tidak berjumpa. "Maafkan Rini, Bu.." ucapku berkali-kali, betapa kini aku menyadari semua kekeliruanku selama ini.

***

Rabu, 21 Januari 2009

BEnCIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIi

ya Allah...... ternyata orang yg slama ini na anggap ngertiin na bgt... ternyata blasz ga pernah ngertiin..
ternyata org yg slama niy na anggap paham na.... ternyata..... ga prnah paham...
ternyata org ys slama niy na anggap bsa na jdiin tempat bwt na sedih seneng... ga prnah nganggep na brharga......

bner-bner dri sni na udh hrus mulai khidupan na sendiri tanpa brgantung dengan apapun taw siapapun....

na bsa idupt.. dengan cra na ndiri.... tanpa,..... hruz mngikuti siapapun dan apapun

na bsa nyenengin hati na ndiri... tanpa hruz nyari apa dan siapa yang bsa nyenengin hati na.....

sendiri itu luueeeebbbbbiiiiiih menyenangkan................

Kamis, 15 Januari 2009

purple line


issued by : ayu_azaleea

now i see this way it looks like purple line
gotta introduce my self
if i cannot touch the world
if it cannot be shown even to me
how will i understand that i was wrong
really wanna touch my self
i cannot even hope for a miracle
if that's sincerity, i must act again, right now
purple line, let me set up my world
where no one has walked this way
now, in my different method
no one can follow me
the thing i want to see my progression
even if my loyalties are devided
after i go against it the winning moments purple line
as the challenge repeat again
experience can be gained everyday
up till now i've surpassed my self
no longer to me..........


Minggu, 11 Januari 2009

SaMpAi JuGA Di UmUR 20 TaHuN

mmmmm... klo misalx dipikir-pikir emnag lah umur ga bsa di boongin
ga mungkin waktu itu brjalan tanpa membawa para pejalannya
pertma sih bener2 ga prcaya umur udh 20 tahun, tpi slama itu jga blum ngrasa mlakukan sesuatu
baik perubahan ataupun sesuatu yang brarti...

pheewww...bner2 prmintaan minta maaf na ucapin bwt kedua orang tua yang mngkin
blum mrasakan sbuah pngabdian dri anakx ini......
maafff karna cuma bisa nyusahin...
maaafff karna slalu bantah apa2 yg dprintahin....
maaaffff karna slalu bikin pusing....
maafff karna slalu slalu ga bsa jadi ank yang baeekk....

skrg na lgee mncoba bwt jdi org baeekk
diumur k 20 ni na brharap bsa jdi lebih baekkk ammiinn

ga ad kata2 lagee yg bsa na ucapin..
ga ad yg bsa na lakuin kcuali mnta maaafffff

bwt smuaw org yg na sayangin na mnta maaaffff
na brharap bsa jadi org yg bner2 diinginin kalian smw

thank's bwt smwwwaaaxxx

luv bery bery much
Rata Tengah



Senin, 05 Januari 2009

SuDaHLah KiTA CuKuPkaN Di Sini

Hmmm....... Kayaknya memang kita bukan jodoh
Oppss..... bukan memang, tapi yang membuat semua ini jadi seperti ini adalah kita sendiri
Maaf...... Kalau sudah banyak menyakiti
Maaf...... Kalau sudah banyak membebani, dan sakit-sakit lainnya yang kulakukan kepadamu
Mungkin....... Sudahlah kita cukupkan di sini, bukan karena aku ingin memutuskan sumua ini cuma aku berharap kita bertemu lagi, nanti ketika kita benar-benar siap untuk sesuatu yg lebih serius bukan lagi hanya sebuah permainan.
Aku janji akan selalu seperti ini..... terus sampai kamu dan aku siap untuk kemudian mampu menjalani semuanya dengan hati yang benar-benar dewasa...
Ini adalah doaku untuk KITA:
  • Ya Allah.......... The Most Holy God
Kalau memang dia adalah jodohku, maka dekatkanlah dia dan jadikanlah dia sebagai

Pendamping sehidup sematiku karenaMu
  • Ya Allah........ Ya Muhyi Wa Mumiit
Kalau memang dia adalah seorang Adam yang dapat menjadikanku sebagai Hawa di

surgamu maka mudahkanlah jalannya menujuku
  • Ya Allah...... Yang Maha Menguasai Hati ini
Kalau memang dia bukan seorang yang kau takdirkan untukku, maka kuatkan hatiku

dan tabahkan hatiku juga hatinya untuk menerima takdirMu

  • Ya Allah....... Yang Maha Mengabulkan Doa
Jadikanlah rasa yang kau fitrahkan kepada kami sampai kepada fitrah yang jga telah
Engkau fitrahkan.... AMmmmiinnn

Minggu, 04 Januari 2009

AsaL-UsUL W dPaNgGiL GONAM

Mmm..... gni prtamax waktu dulu bgt skitar taon 2004...wkt prtama kalee masuk boardingskull... wktu tu masih calon siswa tpatx pas msh di training... Waktu tu na pux tmen nmax ana vidiana nma dpanx sma ma aku....tpi sayang bgt dy ga bsa jd alumni dr boarding ku skrg...coz dy di DO gra2x nyuri duit 2 juta gila ga sih>...????
na akrab bgt ma si vidi....cz emg orgx royal..frenzhip...wah pokokx tmen yg baek bdw ga nyampek2 ya ke critax??/!!!.... ya udh..... lngsung aja kita ke inti critax.. jd gni wkt tu lg ad ank bru yg msuk so si vidi ngmng ke na " Ana! tu ank bru mrip ya ma ankx yg maen di film juragan kambing" then na jwab " Anakx juragan kambing??? yg mna??/" vidi ngmong "yang Itu lo...film yg lgi ngtrend kok skrg... "ga Tw" na jwab bwt yg kdua kalix " iHHHH...kta si Vidi" eh...tu ank bru dnger.... ngrasa diomongin dy lngsng nyapa kita " HAi..... nma klian spa??/ so dy lngsng nembak... dri tdi kalian ngmngin aku ya???" Kita kelabakan " ngngng....gak kok" kt kita kompak....so kt vidi "iNi Lo (smbil nunujuk ke aku) dpanggilx juragan kambing" "OOo gtu...sory deh gw ke GRan" kata si Ida.
Nah dri situ si Vidi n Ida mnjadi pelopor bwt manggil aku juragan kambing... ihhh sebel bgt ma tu nama panggilan, smua org ga ad yg mw mnggil nama asli aku. Terpaksa deh hrs nrima coz emg bner2 ga ad yg mw mnggil nma asli aku.
Wahhh akhirx lulus jga dari masa2 training...aku lulus ke first boarding skull ..... oia aku blum crita ya...abis masa training tu, klo lulus dkirim kbrbagai cabang boardingskull, ad 5 cabang boardingskull, tpi smwx msh dlm satu lembaga. Kmbali kcrita....eh si Vidi ma Si Ida lulusx sma kyk aku di first boardingskull so mreka yg nybarin tu nama pnaggilan pembodohan "JURAGAN KAMBING" huuuuuuh.... smpe akhir klas 3X aku msh dpnggil kyk gtu... so hal yg mnynangkan trjadi aku msuk anggota majalah sekolah Ida jga masuk jdi tu anggota...wah tu organisasi plg brgengsi di boardingskull aku...mmmm dsna baxk knal tmen2 bru..tpi dsitu Ida nybarin lgi nma gila itu.
Sampai akhirx tmen satu anggota redaksiku nmax Aryu dy mw manggil nama JURAGAN KAMBING tpi lg ad bagian bhasa jd dia terjemahin k bhs arab jd nmax GONAM deh GONAM dlam bhs arab artix KAMBING dri situ sluruh jagad bordingskull aku mnggil aku GONAM.